larangan impor buah dan sayur

Sejak diberlakukanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, sejak bulan Januari 2013, maka produk2 hortikultura impor yang biasa kita temukan di pasaran baik tradisional ataupun modern market sudah mulai sulit didapat dan bahkan kalau ada cenderung harganya selangit. Mungkin selama ini konsumen kita tidak sadar bahwa buah-buahan yang ada di pasaran selama ini didominasi oleh produk impor, seperti Apel Red Delicious, Pear, Anggur dan sebagainya, bahkan produk sayuran seperti bawang putih itupun banyak hasil impor. Ironisnya ketersediaan produk hortikultura hasil bumi Indonesia khususnya buah-buahan jarang ditemui karena kalah bersaing kualitas dan kuantitas. Beberapa hari ini kita juga mendengar kabar tentang industri pengrajin tahu tempe yang gulung tikar gara-gara harga kacang kedelai yang tinggi dan ibu-ibu rumah tangga yang menjerit karena harga  bawang putih yang meroket.

Peraturan Pemerintah No.60/2012, mengatur volume impor produk holtikultura dan bahkan ada 13 jenis produk holtikultura yang sudah tidak bisa di impor, yaitu :  kentang, kubis, wortel, cabe, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan, anggrek, dan heliconia. Alasan pemberlakuaan PP ini menurut pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan, adalah semata-mata memproteksi hortikultura asli Republik Indonesia yang pada akhirnya akan merangsang agro bisnis hortikultra dalam negeri makin baik dan merangsang kecintaan produk dalam negeri.

Sepertinya pemerintah dengan alasan sederhana tesebut dalam posisi yang benar dalam jangka panjang. Akan tetapi pemerintah masih belum siap dengan kodisi demand jangka pendek yang tidak diantisipasi, sehingga masyarakat yang biasa mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran impor akan kesulitan mencari alternatif produk holtikultura lokal dengan kualitas yang baik dan kuantitas besar. Perlu kebijakan yang arif melihat situasi ini, apakah industri holtikultura nasional sudah terbina dengan baik, di sisi lain kehidupan petani dan pemilik lahan sulit meningkatkan taraf kesejahteraan mereka. Karena kalaupun harga buah dan sayuran lokal naik, mereka tidak bisa menikmatinya hanya para spekulan dan tengkulak yang menjadi kaya raya. Berarti seharusnya ada beberapa kebijakan pemerintah yang harus betul-betul fokus mengenai pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat, sistem penyertaan modal kredit usaha tani yang terkontrol, melakukan ekstensifikasi lahan pertanian terutama diluar pulau jawa, pembenahan tata niaga produk holtikultura yang membela kaum petani  serta penegakan hukum tentang konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan industri non-pertanian.

Akhirnya mencintai produk Indonesia memang satu tujuan yang mulia tetapi untuk bisa menjadi produk andalan yang bisa bersaing bukan di proteksi dengan tidak bijaksana. Mengagumkan kalau suatu saat buah lokal kita menjadi produk andalan di pasar tradisional dan supermarket, didisplay dengan menarik dan yang paling utama adalah kualitas yang bersaing. Utamanya adalah agro bisnis menjadi kekuatan ekonomi baru dengan keberpihakan pemerintah terhadap petani.