Strategi Toko Tradisional mengalahkan Minimarket Modern (I) Persaingan ritel di Indonesia saat ini makin ketat, bayangkan disetiap kelurahan di Indonesia menjamur minimarket modern. Sementara disisi lain, warung-warung dan toko kelontong tradisional makin terpuruk bahkan menghilang ditinggalkan pembelinya. Banyak pendapat yang menyimpulan bahwa toko tradisional berguguran karena faktor modal, miskin manajemen, barang kurang lengkap, harga tidak bersaing, toko kumuh dan lain-lain. Sepintas alasan-alasan tersebut masuk akal dan teoritis, tapi pernahkah anda melihat beberapa toko tradisional masih berdiri tegak dan banyak pelanggannya ?, Anda pasti masih bisa menemukannya walaupun sulit. Nah, kira-kira bagaimana kiat sukses toko tradisional masih berdiri tegak ?.
Mari kita lihat konsep ritel modern untuk membedahnya. Dalam konsep ritel modern dikenal Ritel Mix, suatu bauran faktor yang mendasar menentukan sukses bisnis ritel. Ritel Mix tersebut terdiri atas : Place, Product, Price, Promotion, People, Procedure. Kita akan sajikan dalam matriks Ritel Mix -Minimarket Modern Vs Toko Tradisional.
Retail Mix | Minimarket Modern |
Toko Tradisional
|
Place | Berada di lokasi strategis, cenderung di jalan utama dan di tempat keramaian. | Berada di lokasi di tengah pemukiman, cenderung karena rumah tinggal dijadikan toko |
Product | Produk Lengkap disesuaikan dengan ukuran besar toko, biasanya minimarket dengan ukuran minimal 200 m2 mempunyai sekitar 1500-2000 artikel barang dengan pembagian departemen Food, Non Food, General Merchandising dan Fresh | Produk tidak lengkap, cenderung barang yang dibutuhkan konsumen tidak ada. Biasanya keragaman produk dibawah 1500 artikel.Pembagian kategori hanya Food dan Non Food saja, masih jarang yang berjualan General Merchandising (perabotan) dan Fresh dalam konsep satu toko, lebih tersegmen seperti warung sayur dan toko kelontong. |
Price | Cenderung sudah fix price yang diatur oleh manajemen pusat, harga relatif murah dan bersaing karena didapat dari distributor dengan cara bayar tidak kontan. Harga terpampang jelas di rak | Harga barang cenderung mahal karena sumber barang didapat dengan cara kontan dari grosir atau toko yang lain.Harga tidak terpampang di rak pajangan |
Promotion | Setiap hari dan saat week end selalu ada harga promo. Ada promo tahunan dengan hadiah menggiurkan | Sepanjang masa tidak ada promo |
People | Karyawan berpendidikan minimal SMA dan toko dikelola oleh seoarang kepala toko. Ada pelatihan tentang operasional bisnis ritel untuk karyawan. Toko dikelola oleh sedikit orang dengan gaji minimal UMR | Karyawan jarang yang lulus SMA karena diambil dari kampung atau lingkungan sekitarnya sang pemilik dengan alasan biaya murah |
Procedure | Konsep layanan minimarket adalah pelayanan swalayan, konsumen melakukan transaksi di meja kassa yang bermesin cash register dan bisa melayani kontan, debit atau kartu kredit kepada siapapun. | Konsep pelayanan toko tradisional adalah dilayani oleh pelayan toko. Transaksi dilakukan di meja kerja pemilik dengan bantuan alat hitung kalkulator. Pembeli bisa kontan dan kas bon dengan syarat pembeli sudah mengenal pemilik atau sudah menjadi langganan |
Dari matriks diatas, jelas begitu banyak kelemahan toko tradisional dalam berkompetisi dengan minimarket modern. Tapi melihat pemaparan matriks tersebut, apakah pemilk toko tradisional bisa melakukan perbaikan-perbaikan supaya bisa tetap eksis ?. Jawabannya pasti bisa !!.
Dengan tema toko tradisional tapi dengan pendekatan ritel modern itulah jawabannya. Sebenarnya para pemilik toko tradisional bisa melakukan perubahan-perubahan, dikarenakan untuk memenangkan kompetisi ritel saat ini harus menggunakan perbaikan yang selama ini dirasakan kurang memahami strategi pesaingnya. Tentunya pemodalan juga menjadi salah satu faktor penting, namun dengan adanya dana-dana pinjaman usaha mikro saat ini sudah banyak yang ditawarkan bank, sehingga tidak perlu lagi cemas.Perlu diketahui bahwa peritel modern bisa hidup karena mereka membeli barangnya dengan berhutang kepada supplier juga. Dan perubahan juga bisa dilakukan secara parsial kapan saja disesuaikan dengan dana yang ada. Yang terpenting punya niat untuk lebih maju dan sukses serta semangat perubahan
Dari 6 faktor Ritel Mix, kira-kira mana dulu yang harus prioritas utama ?. Tanpa harus melakukan perubahan lebih jauh, pemilik toko tradisional harus fokus kepada Product dan Price, karena pembeli akan banyak berdatangan bila dua faktor ini menjadi prioritas.
PRODUCT
Karakteristik kebutuhan pembeli lebih banyak berorientasi terhadap keterdiaan produk Food dan Non Food terutama barang basic, seperti gula pasir, telur, beras, kecap, sambal, garam, deterjen, pasta gigi, sabun mandi dan lain-lain. Berikutnya adalah kelengkapan barang laku, wajib buat pemilik toko untuk memastikan barang laku ada tersedia di toko, ingat setiap kehilangan omset barang laku adalah dosa besar dalam berbisnis ritel, ini juga mengakibatkan kekecewaaan pembeli dan mulai mengalihkan tujuan belanja mereka kepada kompetitor. Untuk melengkapi jumlah produk jualan, perlu juga pemahaman tentang kontribusi barang secara umum.
Dari pengalaman penulis di bidang ritel, maka jumlah artikel per kategori= jumlah kontribusi omset per kategori. Berikut kontribusi jumlah artikel barang (dalam %) perkategori , khusus untuk ukuran toko tradisional ukuran ± 200 m2 : FOOD : 50-65% NON FOOD : 20-30% HOUSE HOLD : 5-20% FRESH: 3-5% Disarankan sekali untuk toko tradisional mulai berpikir jualan Fresh (buah2an dan sayuran) walau sedikit tapi ambil jenis buah-buahan yang tahan lama dan basic seperti apel, jeruk, pisang, tomat dan lain-lain. Selain itu berjualan buah-buahan dan sayuran akan menambah keunggulan profit, karena margin fresh berkisar 15%, sehingga menjadi profit builder sebuah toko. Salah satu daya tarik minimarket, walau porsinya kecil adalah menjual pisang dan pepaya sebagai buah yang paling umum, sehingga image lengkap terbentuk di benak pembeli.
Selain itu kontrol kontribusi barang diatas dibutuhkan supaya menjaga cash flow keuangan toko lebih sehat. Bahaya bila pemilik toko bernafsu untuk membeli barang dagangan tanpa memperhatikan kemampuan jual toko. Untuk menentukan kelengkapan barang berdasarkan assortment product (keragaman barang) yang dijual penting untuk menambah artikel berdasarkan merek , ukuran dan harga jual sebagai pilihan untuk pembeli menentukan daftar belanjanya. Minimal untuk satu kategori mempunyai 1-3 merek berbeda.
Penentuan keragaman barang bisa dipengaruhi dimana lokasi toko Anda, misalnya apakah perlu menyediakan gula pasir premium dimana toko tersebut berada dilokasi pemukiman mengengah ke bawah. Sebenarnya membahas keragaman produk dalam teori ritel modern adalah ilmu kategori manajemen.
Turunan kategori dari departemen diatas bisa kita bagi lagi dalam beberapa main depaertemen kebawahnya. Kategori manajemen menjadi penting guna mengelompokan display barang di rak pajangan guna mempermudah pembeli menentukan pilihannya. Seringkali kita menemukan toko tradisional melakukan pemajangan barang dagangannya dengan sembarangan (tidak teratur), akibatnya pembeli menjadi sulit mencari barang.
Teknik mendisplay barang di rak, dalam ilmu ritel modern biasa disebut Planogram. Planogram disusun berdasarkan sifat dan kebiasaan pembeli mencari kebutuhan barang, sehingga terkadang kita sebagai pembeli sering menemukan barang laku dengan cepat atau tidak terasa sebetulnya merangsang pembeli menambah daftar belanjaannya yang bukan target belanja. Selain itu dengan planogram dapat merencanakan strategi margin.
Dalam tulisan ini kita tidak membahas lebih lanjut tentang planogram. Kelengkapan keragaman barang dagangan dalam konteks kepentingan faktor belanja tetap menjadi prioritas utama serta member rasa kepercayaan buat pembeli yang telah menetapkan toko yang menjadi tujuan belanjanya. Selain keragaman produk, toko tradisional juga perlu menyediakan barang-barang yang menjadi kebutuhan utama lainnya seperti gas tabung, air mineral gallon dan pulsa HP. serta layanan antar menjadi kekuatan bersaing yang ampuh.Percayalah ini menjadi kekuatan yang sama persis dengan Minimarket Modern.
PRICE
Hal terpenting berikutnya adalah Price atau Harga jual, faktor yang satu ini menjadi kekuatan yang paling ampuh dalam kompetisi ritel. Banyak bukti bahwa para pembeli akan menanamkan kesan dalam kepalanya tentang harga mahal atau murah kepada toko-toko tujuan belanjanya. Percayalah, bahwa ketika seorang pembeli pertama kali mempunyai pengalaman belanja dengan mendapatkan kesan mahal maka hal yang berikutnya adalah tidak mau belanja ke toko tersebut di kemudian hari dan bahkan bercerita kepada siapapun tentang hal itu. Akibatnya lambat laun bisa dipastikan toko tersebut ditinggal pembeli dan akhirnya merugi, lalu tutup selamanya.
Terkadang kesalahan utama dari pemilik toko tradisional adalah menginginkan laba atau untung yang banyak dari satu barang, padahal dalam ritel modern justru sebaliknya. Minimarket modern melakukan strategi penetapan harga jual dengan margin atau laba yang tepat untuk mendapatkan perputaran barang (turn over) yang tinggi, itu artinya mereka butuh jumlah pembeli yang banyak untuk memperoleh akumulasi laba yang tinggi. Seringkali kita mendangar pendapat bahwa toko tradisional sulit melawan harga jual minimarket modern, hal ini sebetulnya tidak 100% benar.
Minimarket modern sebenarnya melakukan strategi margin yang komperhensif supaya memastikan daya saing yang unggul, bahkan melakukan mix margin ketika melakukan promo-promo besar mereka. Situasi ini memang jarang terungkap oleh konsumen dan itu sah-sah saja karena tidak melanggar hukum. Hal ini bisa juga ditiru oleh toko tradisional, dengan perhitungan yang cermat tentunya. Hal lain yang sudah menjadi pendapat umum adalah minimarket modern mempunyai harga bersaing karena mendapatkan harga beli yang murah dari distributor disebabkan pembelian mereka secara masif dilakukan oleh kantor pusat mereka. Hal ini sebenarnya jangan membuat ciut nyali para pemilik toko tradisional, karena sumber barang-barang masih bisa didapatkan dari grosir, pasar induk dan distributor bila volume pembelian mulai konsisten, banyak dan bisa dipercaya.
Pemilik toko tradisional harus rajin untuk mendapatkan barang murah (yang legal) dari berbagai sumber. Mendapatkan barang-barang dari toko-toko ritel modern juga harus dicoba, yaitu berburu barang-barang promo yang terkadang mereka jual dibawah harga beli mereka, walau hal ini juga perlu siasat karena seringkali ada pembatasan kuantiti belanja. Berarti pemilik toko tradisional perlu jaringan informasi yang peka, bukan terpatok di satu sumber barang.
Setelah sepakat untuk berburu sumber barang dagangan, mari kita kembali untuk membuat strategi penetapan harga jual. Tentunya laba atau margin disetiap kategori barang bisa berbeda-beda. Secara kategori umum, margin bisa di setting sebagai berikut : Food : 5-7% ( produk susu, minyak goreng dan mie kurang dari 3%) Non Food : 8-10% House Hold: 15-20% Fresh : 10-15% (produk kosmetik bisa sampai 20%) Margin yang dimaksud, menggunakan konsep Margin On Retail, dengan contoh sbb : Diketahui sebuah barang Food (A) dengan harga beli Rp 10.000,- ditetapkan margin 6%, maka Harga jualnya adalah : HJ (A) = Rp.10.000,-/(1-0.06) = Rp. 10.638 dibulatkan Rp. 10.700,-
Selanjutnya harga jual harus ditetapkan dengan strategi harga besaing, hal ini perlu tetap terjaga untuk memastikan perputaran barang tidak rendah. Melakukan survey harga kompetitor harus dilakukan berkala terutama diakhir pekan, hal biasa dilakukan oleh para peritel modern untuk menjaga keunggulan harga jual mereka. Upayakan harga jual minimal sama dengan kompetitor atau dibawah mereka dengan catatan masih diatas harga beli, lakukan penyeseuaian harga jual juga bila terlalu murah. Nah, dengan cukup 2P (Product dan Price), hal mendasar telah tercukupi untuk pemilik toko tradisional bisa bersaing dengan minimarket-minimarket modern. Di tulisan berikutnya kita akan kupas tentang faktor Retail Mix yang lain, pastinya juga tidak kalah menarik dengan 2P.
Pengalaman saya pribadi mengelola toko kelontong yang paling sulit adalah masalah luasan tempat, ut menambah jenis barang keterbatasan tempat menjadi kendala utama, harga betul ini seringkali menjadi problem karena pembelian tidak terlalu besar maka awalnya beli grosisran, tetapi klo mau jele sebenarnya bisa juga hunting suplayer dari distributor langsung misalnya dengan kerjasam dengan salesnya misalnya
menurut saya memang banyak kelebihan minimarket dibanding toko tradisional, tapi bukan berarti toko tradisional tidak mampu bersaing
Dengan perkembangan jaman, minimarket menjamur, toko tradisional perlahan tergerus. Tetapi akhir-akhir ini sering terdengar keluhan-keluhan dari konsumen yang berbelanja di minimarket. Masalah harga, kadaluwarsa, dan pelayanan terhadap konsumen.
salah satu kelemahannya adalah retur barang, banyak barang yg sudah tua untuk non food ditoko tradisional mas..
kalau dari external, pola belanja konsumen yang cenderung kearah lifestyle lebih memilih minimarket daripada toko tradisional
Bagaimana nasib AlfaMart vs indomart?